Selasa, 16 Agustus 2016

Monumen Relief Sejarah Kalimantan Barat

Monumen Relief Sejarah Kalimantan Barat (11 Agustus 2016)

Di Jl. RA. Kartini, tepatnya di salah satu sisi Stadion Keboen Sajoek, terdapat sebuah monumen yang mungkin kurang dikenal oleh publik, walaupun berlokasi sangat dekat dengan keramaian seperti Mal Matahari dan Pusat Oleh-Oleh. Monumen ini dibangun pada tahun 2000-an, bersamaan dengan renovasi Stadion Keboen Sajoek yang pada saat itu bernama Lapangan PSP.

Monumen Relief Sejarah Kalimantan Barat (9 Agustus 2016)

Pada monumen ini, terdapat tiang berdera setinggi 23 meter yang dikelilingi 10 tiang penyangga, melambangkan tanggal 23 Oktober, tanggal dikibarkannya Bendera Merah Putih diiringi lagu Indonesia Raya untuk pertama kalinya di Pontianak, setelah Proklamasi Kemerdekaan RI. Secara kebetulan, tanggal tersebut juga adalah tanggal HUT Kota Pontianak. Tiang bendera berdiri di atas pelataran yang berbentuk segi lima yang berarti dasar negara dan ideologi Pancasila.

Monumen ini berupa dinding-dinding relief yang "diikat" oleh 17 buah bambu runcing, mempunyai arti bahwa rangkaian peristiwa dalam monumen ini merupakan sejarah dalam mencapai dan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 194

Relief-relief pada monumen ini berisikan sejarah kerajaan yang pernah ada di Kalimantan Barat, mulai dari Kerajaan Tanjungpura hingga Kerajaan Pontianak; juga menceritakan sejarah perjuangan para pejuang Kalimantan Barat dalam mencapai dan mempertahankan kemerdekaan RI.

Berikut ini kisah sejarah sesuai dengan yang tertulis di Monumen Relief Sejarah Kalimantan Barat:


Kerajaan Tanjungpura


Kerajaan Tanjungpura berkembang abad ke-7 dipimpin Ratu Mangkup, hingga 7 turunan dipimpin wanita.

Abad ke-13 diperintah oleh Karang Tanjung atau Panembahan Pudong Prasap (Kuntong Asap).

Kerajaan Tanjungpura melakukan hubungan dagang dengan Melaka, Majapahit, Banjarmasin, Brunei, dan lainnya.

Terjalin persahabatan dalam bentuk hubungan perkawinan antara putri Sultan Kamaluddin dengan putra Sultan Kasim dari Pontianak.

Perang Tumbang Titi pada tanggal 22 Mei 1914 di Matan, Kabupaten Ketapang dipimpim oleh Uti Usman. Perang merupakan wujud perlawanan rakyat akibat pemaksaan membayar pajak hingga tewasnya Kapten Belanda Fredrik Hendrik Alexander Brans.


Kerajaan Sukadana


Kerajaan Sukadana merupakan kerajaan bagian dari Kerajaan Tanjungpura dipimpin oleh Prabu Jaya.
Masa pemerintahan Pangeran Bandala, Sukadana mengalami kemajuan di bidang perdagangan. Masa Pangeran Anom, peningkatan kesejahteraan penduduk, perbaikan daerah, dan angkatan perang.

Masa Panembahan Airmala kemajuan di bidang perdagangan kayu dan intan. Tahun 1604 Belanda melakukan perjanjian monopoli dagang.

Tahun 1792, Kerajaan Sukadana dipimpin oleh Sultan Jamaluddin melakukan perlawanan, namun gagal. Sultan dan pengikutnya mengundurkan diri ke daerah hulu.

Belanda melalui Residen Gronovius mengangkat Raja Akil sebagai Sultan dan Sukadana diganti namanya menjadi Nieuw-Brussel.

Tahun 1830, Belanda mendirikan benteng pertahanan di Pulau Datuk dan mengikat perjanjian dengan Raja Akil. Rakyat diwajibkan membayar upeti.


Kerajaan Sambas


Kerajaan Sambas didirikan tahun 1687 oleh Raden Sulaiman bergelar Sultan Muhammad Syafeiuddin I.

Daerah Sambas merupakan daerah agraris, maritim, dan tambang emas. Bangsa Cina Thai Kong melakukan penambangan di daerah Lara, Lumar, Monterado, Pemangkat, Seminis, dan Sebawi.

Tahun 1779, Sultan Abubakar Tajuddin I, terjadi perang dengan Raja Ismail dari Siak (Sri Indrapura); dan tahun 1801 dengan Sultan Said Ali, namun berhasil dipatahkan oleh Panglima Lawang Tendi dari Sambas.

Tahun 1799, terjadi perselisihan tapal batas antara Kerajaan Sambas dan Kerajaan Mempawah dan diselesaikan dengan damai.

Tahun 1812, kapal perang East Indian Company dari Inggris menyerang Sambas sebagai balasan atas tenggelamnya kapal cendana milik Inggris di perairan Banjarmasin tahun 1789.

Tahun 1815, terjalin perdagangan antara Sultan Muhammad Ali Syafeiuddin dengan gubernur Belanda.


Kerajaan Kubu


Tahun 1720, Syarif Idrus bersama rombongannya membangun permukiman dan menyebarkan agama Islam di Simpang Sungai Rasau.

Perompak bajak laut ingin menguasai daerah tersebut, maka dibangunlah kubu pertahanan yang menjelma menjadi Kerajaan Kubu dipimpin oleh Syarif Idrus.

Masa pemerintahan Syarif Muhammad, Kerajaan Kubu menandatangani perjanjian dengan Belanda.

Perjanjian tersebut ditentang saudaranya, yakni Syarif Alwi yang meninggalkan Kubu menuju daerah Gunung Ambawang dan mendirikan kerajaan.

Belanda berusaha menangkap Syarif Alwi yang melarikan diri hingga akhirnya sampai ke daerah jajahan Inggris di Sarawak.

Kerajaan Kubu mengalami puncak kejayaan pada masa pemerintahan Syarif Hassan bin Abdurrahman.


Kerajaan Tayan


Raja pertama adalah Gusti Lekar, berpusat di Mungguk Batu Angat, Meliau, kemudian dipindahkan ke Desa Tanjung oleh Pangeran Mancar.

Tahun 1818, terjadi kerja sama Belanda diwakili Komisaris Tobias dan Kerajaan Tayan oleh Gusti Mekkah.

Tahun 1858, pemerintah Belanda memberi gelar baru Panembahan Anom Paku menjadi Pangeran Anom.

Jepang datang pada masa Gusti Jafar. Ia bersama putranya Gusti Mahkmud tertangkap dan dibunuh Jepang.

Gusti Ismail diangkat sebagai pengganti Gusti Jafar menjadi Panembahan Kerajaan Tayan sampai tahun 1960.

Kerajaan Tayan dirubah menjadi kawedanan dan Gusti Ismail menjadi wedana. Ibu kota dipindahkan ke Sanggau.


Kerajaan Sintang


Silsilah keluarga Sintang dimulai dari Aji Melayu yang nikah dengan Putung Kempat, kemudian melahirkan Dayang Lengkong yang menurunkan raja-raja Sintang sampai kepada Demang Irawan bergelar Jubair I yang menurunkan Dara Juanti.

Pada masa Pangeran Ratu Muhammad Kamaruddin tahun 1822, Belanda datang dan melakukan politik adu domba dan langsung mulai menjajah Kerajaan Sintang, yang mendapat perlawanan oleh para pejuang di Kerajaan Sintang.

Perang Perlawanan:
  1. Perang Sintang, tahun 1827, dipimpin oleh Pangeran Ratu Kusuma Idri.
  2. Perang Tebidah I, tahun 1857–1860 dipimpin oleh Pangeran Kuning.
  3. Perang Melawi, mulai tahun 1867 sampai tahun 1913, yang pada awalnya dipimpin oleh Abdul Kadir Gelar Raden Temenggung Setia Pahlawan (sampai tahun 1845). Setelah Abdul Kadir wafat, perang dipimpin oleh pejuang lainnya.
  4. Perang Tempunak, tahun 1870, dipimpin oleh Abang Kadi.
  5. Perang Mensiku, tahun 1874, dipimpin oleh Padun.
  6. Perang Kayan/Tebidah II, tahun 1878–1882 dipimpin oleh Pangeran Muda.
  7. Perang Katan/Tebidah III, tahun 1890, dipimpin oleh Apang Nata.
  8. Perang Jangkit, tahun 1908, dipimpin oleh Panggi.
  9. Perang Payak, tahun 1921–1925 dipimpin oleh Apang Semangai alias Dunda.


Perang Melawi merupakan perang berskala besar yang dipimpin oleh Abdul Kadir gelar Raden Temenggung Setia Pahlawan. Beliau ditangkap dan disiksa sampai wafat pada tahun 1845 oleh Belanda di tahanan benteng pertahanan Belanda di Tanjung Saka Dua, Nanga Pinoh.

Abdul Kadir gelar Raden Temenggung Setia Pahlawan, karena jasa-jasanya kepada bangsa dan negara, dianugerahi gelar Pahlawan Nasional disertai tanda kehormatan Bintang Mahaputra Adipradana melalui Keppres No. 114/TK/Tahun 1999, tanggal 13 Oktober 1999.


Kerajaan Landak


Kerajaan Landak pertama kali dipimpin oleh Raden Ismahayana bergelar Raja Dipati Karang Tanjung Tua, tahun 1472-1542. Setelah menganut agama Islam, bergelar Abdulkahar.

Tanggal 8-8-1886, terjadi perjanjian dengan Pontianak mengenai tapal batas di hadapan Residen Westeradeeling van Borneo.

Tahun 1778, Sultan Banten menyerahkan Sukadana dan Landak kepada Belanda. Tanggal 31-5-1845. terjadi permufakatan Belanda dengan Panembahan Machmud Akamuddin.

Tanggal 7 dan 17 Juli 1859, dilanjutkan permufakatan Belanda dengan Panembahan Ratu Adi Kesuma Amaruddin, rakyat diharuskan membayar pajak dan kerja rodi.

Tahun 1831, terjadi perang oleh Ratu Adi Achmad Kesuma, dilanjutkan tahun 1890 oleh Panembahan Landak Gusti Kandut Muhammad Taberi, namun digagalkan Belanda.

Tahun 1899, terjadi pemberontakan oleh Gusti Abdurani, Pangeran Nata Kesuma, beserta para panglima; dan Pangeran Nata Kesuma ditangkap dan diasingkan ke Bengkulu.


Kerajaan Simpang


Kerajaan Simpang berasal dari perpecahan Kerajaan Tanjungpura ketika terjadi perebutan kekuasaan kakak-beradik putra Sultan Zainuddin. Didirikan oleh Pangeran Ratu Agung, berpusat di Kecamatan Malano, Kabupaten Ketapang.

Pada masa Gusi Panji, terjadi Perang Belangkait disebabkan karena beliau tidak mau menandatangani kontrak yang isinya mengharuskan Kerajaan Simpang membayar pajak atau belasting kepada Belanda.

Perlawanan dibanti Ki Anjang Samad dengan semboyan "Daripada Bayar Belasting dengan Belanda, Lebih Baik Mati". Semboyan ini membakar semangat rakyat Simpang untuk melakukan perlawanan kepada pemerintah Belanda.

Dalam menghadapi perang, para orang muda dan sehat dikumpulkan, sedangkan kaum ibu, anak, dan orang tua lemah diungsikan. Dan mendapat dukungan suku Dayak lengkap dengan senjata pusakanya, yaitu tombak, mandau, dan perisainya.

Perang Belangkait mendapat bantuan pasukan yang dikirim oleh Ufi Usman dari daerah Tumbang Titi yang dipimpin oleh Panglima Ropa, Panglima Gani, Panglima Enteki, Panglima Etol, Panglima Ida, dan Panglima Gecok.

Ki Anjang Samad tewas terkena tembakan dalam pertempuran bersama para panglima lainnya, kecuali Panglima Enteki yang ditangkap, kemudian dibebaskan oleh Belanda.


Kerajaan Sanggau


Pada masa Pangeran Ratu Surya Negara, terjadi pertukaran cinderamata dengan Sultan Pontianak.

Sultan Pontianak memberi meriam bernama "Segenter Alam", sedangkan Raja Sanggai memberi balok kayu belian yang sekarang berada di depan Keraton Pontianak.

Terjadi perselisihan dan terjadi perang Kerajaan Sanggau dengan Kerajaan Pontianak.

Pada masa Panembahan Mohammad Thahir II, terjadi kesepakatan batas wilayah hukum dengan Kerajaan Brunei.

Batas wilayah ditandai dengan sebuah meriam kerajaan yang ujungnya bernama "Meriam Naga".

Meriam Naga dibunyikan hanya pada saat raja wafat.


Kerajaan Sekadau


Kerajaan Sekadau diperintah oleh keturunan Prabu Jaya dan Raja Siak Bulun. Raja pertamanya Pangeran Engkong, kemudian diganti Pangeran Kadar dan selanjutnya Pangeran Suma.

Pangeran Suma memperdalam agama Islam di Mempawah dan kemudian menyebarkannya ke Sekadau. Pusat kerajaan dipindahkan ke Kampung Sungai Bara Sekadau.

Belanda datang pada masa Gusti Akhmad Sri Negara dan ia diasingkan ke Malang.

Kerajaan Sekadau selanjutnya dipimpin Panembahan Haji Gusti Abdullah bergelar Pangeran Mangku, kemudian Panembahan Gusti Akhmad, Gusti Hamid, dan Gusti Kelip.

Pada masa Gustu Kelip, Jepang masuk ke Sekadau. Ia ditangkap dan menjadi korban penyungkupan Jepang tahun 1944.

Jepang mengangkat Gusti Adnan bergelar Pangeran Agung dan tahun 1946, Gusti Kolen memimpin Kerajaan Belitang. Tahun 1952, Gusti Kolen dan Gusti Adnan menyerahkan administrasi kerajaan kepada pemerintah pusat di Jakarta.


Kerajaan Mempawah


Mempawah pertama kali dipimpin oleh Patih Gumantar di Pegunungan Sidiniang, daerah Sangkiang, Mempawah Hulu.

Tahun 1610, berdiri Kerajaan Mempawah dipimpin oleh Raja Kodong dan selanjutnya digantikan oleh Raja Senggauk.

Tahun 1740, Opu Daeng Menambon menjadi raja, berpusat di Sebukit Rama yang subur dan makmur.

Tahun 1766 dipimpin oleh Gusti Jamiril bergelar Panembahan Adiwijaya Kesuma Jaya. Terjadi Perang "Galah Hirang" di Sebukit Rama dan Sangkiang.

Tahun 1840, dipimpin oleh Gusti Jati bergelar Sultan Muhammad Zainal Abidin, Kerajaan Mempawah mencapai puncak kejayaannya sebagai pusat perdagangan dan kota pertahanan.

Terjadi perang dengan Sultan Kasim dari Kerajaan Pontianak. Gusti Jati meninggalkan Mempawah dan kerajaan menjadi vakum. Tahun 1831, Belanda menobatkan Gusti Amir menjadi Raja Kerajaan Mempawah.


Kerajaan Meliau


Kerajaan Meliau secara turun-temurun seperti pada kerajaan lain, pemerintahan kerajaan diserahkan kepada putra mahkota untuk menggantikan raja yang wafat atau mengundurkan diri.

Ratu Anom Paku Negara wafat tahun 1885 dan digantikan putranya Abdul Salam bergelar Pangeran Ratu Muda Negara yang wafat oada tahun 1897, namun ia tidak mempunyai keturunan sehingga Kerajaan Meliau mengalami kevakuman.

Kerajaan Tayan merangkap dua kerajaan, yaitu Tayan dan Meliau melalui Beslit No. 23 tanggal 15 Januari 1890. Gusti Muhammad Ali menggabungkan kedua kerajaan di bawah pemerintahannya.

Gusti Muhammad Ali digantikan oleh putranya, Panembahan Anum Paku Negara. Kemudian Kerajaan Meliau dijadikan suatu daerah pemerintahan yang berstatus Gouvernement Gebied oleh Belanda.

Kerajaan Meliau dimulai pada masa pemerintahan Pangeran Adipati Mangkunegara pada tahun 1866 dan mengundurkan diri dari jabatan sebagai Raja.

Kerajaan Meliau pada masa pendudukan dan pemerintahan Belanda di Kalimantan dikenal dengan istilah pemerintahan Gouvernement Gebied atau Pemerintah Belanda.


Kerajaan Pontianak


Kerajaan Pontianak didirikan oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie yang berlayar dengan perahu Lancang Kuning dan bertemu perompak di muara Kapuas dan berhasil mengusirnya.

Sultan mendirikan Masjid dan kerajaan di antara pertemuan Sungai Landak dan Sungai Kapuas, dan wilayahnya diberi nama Pontianak.

Tahun 1773–1779, Raja-Raja Pontianak umumnya melakukan kerja sama dengan Belanda, kecuali Sultan Kasim yang meninggalkan keraton dan mendirikan perkampungan yang disebut Kampung Luar.

Masa pemerintahan Sultan Muhammad merupakan masa terpanjang dan mengalami kejayaan. Ia gugur dalam Peristiwa Mandor.

Tahun 1945, NICA tiba di Pontianak dan Sultan Pontianak menduduki jabatan tertentu.

Sultan Hamid II sebagai wakil Negara Kalimantan Barat dalam perundingan Malino, Den Pasar, BFO, BFC, dan KMB.


Peristiwa di Kantor BPIKB


Pada hari Jumat, 19 Desember 1941, Kota Pontianak diserang oleh pasukan udara Jepang dengan sembilan pesawat. Peristiwa ini dikenal sebagai Peristiwa "Kapal Terbang Sembilan" yang memporak-porandakan daerah sekitar Sekolah Mulo RK di Kampung Bali.

Bendera Merah Putih pernah dikibarkan di depan RS Sungai Jawi oleh Alianyang pada tanggal 18 Agustus 1945, disaksikan oleh Dr. Soedarso dan para pejuang lainnya.

Pangeran Adipati, putra sulung Sultan Pontianak VI adalah pejuang yang menghimpun para pejuang Pontianak dengan berbagai cara untuk melawan tentara pendudukan Jepang.

Pangeran Adipati mendirikan organisasi "Sukaraja" yang bergerak di bidang kesenian dan olahraga. Dalam perjuangannya, beliau menghimpun para kaum muda pada sebuah gedung yang diberi nama gedung "Suka Maju".


Perang di Sambas


Berita kemerdekaan negara RI baru diterima setelah tanggal 24 Agustus 1945 dengan kedatangan A.A. Hamidhan dan A.A. Rivai, dan berita ini disebarluaskan melalui Borneo Shinbun di Banjarmasin dan Kandangan.

Untuk menyongsong kemerdekaan, dibentuk Pemuda Penyongsong Republik Indonesia (PPRI), September 1945, diketuai Muzoni A. Rani; dan tanggal 23 Oktober 1945, dibentuk Persatuan Bangsa Indonesia Sambas (PERBIS), diketuai HM. Siradj Sood.

Tanggal 27 Oktober 1945, pejuang menaikkan Bendera Merah Putih diiringi lagu Indonesia Raya setelah bertempur melawan PKO, menewaskan Komandan PKO Van Der Lift. Terjadi pertempuran yang menewaskan Tabrani dan Parali saat HM Siradj Sood menaikkan bendera di depan Istana Sambas oleh NICA.

Awal Januari, dibentuk Gerakan Rakyat Indonesia Merdeka (GERINDOM) dipimpin oleh M. Arief Satok dan M. Ali Saleh. 11 November 1946, Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI) dibentuk, dipimpin Izzuddin Zubir.

Gerakan Pemuda Indonesia (GERPINDO) dipimpin Tan M. Saleh.
Barisan Kaum Tani (Bakti) dipimpin oleh Naim dan Samiri.
Persatuan Oemoem Rakyat Indonesia (PORI) di Pemangkat oleh Uray Bawadi dan Uray Hasan.
Tahun 1947, Gabungan Politik Indoneisa (GAPI).

Para pejuang yang dari ke Sarawak membentuk Kesatuan Rakyat Indonesia Sambas (KRIS) yang pada tanggal 10 Januari 1949 melakukan serangan terhadap tangsi Belanda dipimpin Fachrie Satok yang gugur adalah Zainuddin, Hasan, dan Saad.


Perang di Bengkayang


Tanggal 1 April 1946 terbentuknya BPIKB (Badan Pemberontakan Indonesia Kalimantan Barat) di Bengkayang dan Alianyang sebagai komandan pemberontakan, beliau wafat pada tanggal 7 April 1970.

Perjuangan di Kota Bengkayang dipimpin oleh Bambang Ismoyo yang menghimpun para pejuang dan pasukannya bernama "Hisbullah" dengan strategi:
  • 4 orang pencetus api perlawanan, yaitu Kapten Bambang Ismoyo, Kapten Ali Anyang, Sukimin, dan Uray Abdul Hamid.
  • 18 orang pasukan paling depan dipimpin Panglima Busu.
  • 31 orang pasukan paling belakang.
  • 11 orang pasukan pejuang gabungan.
8 Oktober 1946, kota Bengkayang berhasil direbut para pejuang dari NICA. Bendera Merah Putih dikibarkan dengan merobek warna biru bendera Belanda oleh Dahlan Saleh dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.

9 Oktober 1946, terjadi pertempuran di Gunung Mendering. Para pejuang gugur, termasuk Bambang Ismoyo. Kacung dan Bujang Tangga, Bengkayang direbut kembali oleh NICA.
10 Oktober 1946, terjadi pertempuran dengan NICA, pejuang yang gugur Zainuddin, M. Sa'ad, dan Hasan H. Saleh.

Kota Bengkayang merupakan satu-satunya kota yang berhasil direbut oleh para pejuang dari NICA walau hanya 18 jam saja. Pada tanggal 9 Oktober 1945, kota Bengkayang berhasil direbut kembali oleh NICA.

Pada masa Perjuangan Kemerdekaan, kota Bengkayang merupakan tempat berkumpulnya para pejuang dalam melakukan aksi pemberontakan terhadap NICA.


Perang di Lapangan Padang Sayur


Untuk pertama kalinya, pada tanggal 23 Oktober 1945, Bendera Merah Putih secara resmi dikibarkan di lapangan Padang Sayur Pontianak oleh para pejuang. Yang mengibarkan H. Mohammad Noor dan Syarifah Yulasmi.


Perang di Ngabang


Sebelum Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, Bendera Merah Putih pernah dikibarkan bersama-sama bendera Jepang di halaman kantor Wedana Ngabang tanggal 18 Juni 1945 dihadiri para pejuang, pegawai, dan pembesar Jepang.

8 Juli 1945, dibentuk Pasukan Pemuda Tingkat Distrik Sengah Temila pimpinan Gusti M. Saleh Aliudin, Bardan Nadi, dan Gusti Mahmud Aliudin. 8 Agustus 1945, dibentuk pasukan pemuda tingkat Distrik Menyuke pimpinan Hamdan Bujang, Kimas Akil, dan Gusti M. Saleh Tahir.

Maret 1946, Persatuan Rakyat Indonesia (PRI) pimpinan Gusti A. Hamid, Abd. Fattah, Gusti Basuni. 9 Oktober 1946, Gerakan Rakyat Merdeka pimpinan Gusti Lagum dan Bardan Nadi. 11 Oktober 1946, terjadi pertempuran dengan NICA, Bendera Merah Putih dikibarkan oleh Ya' Basri Usman.

29 Oktober 1946, Perang Sidas, pertemburan GERAM dengan NICA menewaskan Pak Kasih. 5 November 1946, Bardan Nadi ditangkap karena anak perempuannya, Paini (±2 tahun) tertembak mati dalam gendongannya.

17 April 1947, Bardan Nadi dihukum mati dengan tembakan 12 peluru dari satu regu tembak. Permintaan terakhirnya dikabulkan, yaitu:
  1. Jangan menutup matanya.
  2. Bebaskan para pejuang yang dipenjara untuk bisa menyanyikan lagu Indonesia Raya bersamanya.
  3. Pekikan "merdeka" sebelum ditembak.
Sebagai seorang pejuang kemerdekaan, Bardan Nadi dikenal pantang menyerah dan tidak mau berkompromi dengan penjajah. Berkat jasanya, beliau dianugerahi Bintang Mahaputra Nararya oleh Pemerintah RI.


Perang di Ketapang


Para pemuda Kalimantan yang mendapatkan kesempatan belajar di perguruan tinggi di Pulau Jawa berhimpun untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah di Kalimantan dan dipimpin oleh Rahadi Osman.

Rahadi Osman dan Machrus Effendi menghadap Menteri Pertahanan dan Penerangan Mr. Amir Syarifuddin untuk membawa pasukannya ke Kalimantan. Mereka diizinkan untuk memakai senjata dan membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) serta pemerintahan setempat.

Tanggal 23 November 1945, Gubernur Kalimantan Ir. P. Muhammad Noor melepas keberangkatan dua kapal ekspedisi dari Pelabuhan Tegal menuju Ketapang dan Pontianak yang merupakan pasukan ekspedisi pertama secara resmi dikirim oleh pemerintah dalam mengemban tugas negara.

Pada tanggal 30 November 1945, rombongan Rahadi Osman yang memakai kapal motor Sri Kayung sampai di pantai Kampung Sungai Besar, Kec. Matan Hilir Selatan, Kab. Ketapang. Mereka diterima oleh Kepala Kampung Haji Abdul Rahim Saleh.

Pada tanggal 7 Desember 1945, Rahadi Osman tewas bersama dua temannya, Tamad dan Abdul Latif pada pertempuran melawan Belanda di Sungai Besar. Beliau dianugerahi Bintang Mahaputra Nararya oleh Pemerintah RI.

Nama Rahadi Osman juga tertera pada sebuah batu prasasti dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia yang terdapat di Gedung Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta.


Pergerakan Perjuangan


Organisasi Pemberontakan Daerah Melawi (OPDM) pimpinan A.M. Djohan kemudian menjadi Badan Organisasi Pemberontakan Merah Putih (BOPMP) dipelopori H. Djalaludin, M. Nawawi Hasan, M. Sa'ad, Usman Samad, dan Usman Ando.

Pimpinan Gerakan di Mempawah dan Anjungan antara lain Abdul Mu'in, Tomas Blaise, Susf Hasan Fatah, Daeng Faroki, Hamid Hasan, dan Abdul Kadir. Mereka berhasil menghancurkan jembatan besar di Kuala Mempawah, yaitu Jembatan Pak Kok Tin.

Pada tanggal 5 November 1946, terjadi pertempuran dengan NICA dan berhasil menangkap C.I.J. Herman dan ditawan di Kota Baru. Gerakan Nanga Elir pimpinan B.M. Anis juga turut memberi bantuan kepada Laskar Merah Putih dan ia berhasil ditawan setelah Nanga Pinoh jatuh.

H. Gusti Achmad Putera Negara wafat dalam pengasingan di Purwakarta (beliau diasingkan melalui Besluit Governeur General tanggal 22 November 1890) karena melawan Belanda. Ikut dalam pembuangan H. Gusti Muhammad Umar yang meninggal di Singkawang.

Para pejuang yang dibuang ke Digul, Tanah Merah, Irian Barat:
  1. Gusti Sulung Lelanang
  2. Mohammad Sohor
  3. Dejaranding Abdurahman
  4. Gusti Situt Mahmud
  5. Ahmad Marzuki
  6. Ahmad Sood bin Hadji Bilal Ahman
  7. Hadji Rais bin Hadji Abdurrahman
  8. Gusti Hamzah
  9. Muhammad Hambal
  10. Ja' Sabran
  11. Gusti Djohan Idrus
Pangeran Natakesuma melakukan perlawanan terhadap Belanda (1912, 1914). Beliau dikenal sebagai seorang pejuang yang mempersatukan segala etnis di daerah Ngabang dalam melakukan perlawanan terhadap penjajah.

Sultan dan Panembahan korban pembantaian di Mandor:
  1. Syarif Muhammad Al-Kadrie (Sultan Pontianak)
  2. Pangeran Adipati (putra Sultan Pontianak)
  3. Pangeran Agung (putra Sultan Pontianak)
  4. Muhammad Ibrahim Tsaifiudin (Sultan Sambas)
  5. Gusti Saunan (Panembahan Ketapang)
  6. Tengku Idris (Panembahan Sukadana)
  7. Gusti Mesir (Panembahan Simpang)
  8. Syarif Saleh (Panembahan Kubu)
  9. Gusti Abdul Hamid (Panembahan Ngabang)
  10. Ade Muhammad Arief (Panembahan Sanggau)
  11. Gusti Muhammad Kelip (Panembahan Sekadau)
  12. Muhammad Taufik (Panembahan Mempawang)
  13. Gusti Djafar (Panembahan Tayan)
  14. Gusti Saunan (Panembahan Ketapang)
Para pejuang yang mendapat penghargaan dari Pemerintah RI:
  1. Raden Temenggung Setia Pahlawan – Bintang Mahaputra Adipradana.
  2. Rahadi Osman – Bintang Mahaputra Nararya.
  3. Alianyang – Bintang Mahaputra Nararya.
  4. Bardan Nadi – Bintang Mahaputra Nararya.
  5. Pangeran Natakesuma – Bintang Mahaputra Nararya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar