Selasa, 11 April 2017

Dalam Kenangan: Sultan Syarif Abubakar Alkadrie


Jumat, 31 Maret 2017 kemarin menjadi hari yang penuh duka bagi warga Pontianak. Sultan Pontianak, Sultan Syarif Abubakar Alkadrie mangkat dalam usia 73 tahun di RSUD Dr. Soedarso sekitar pukul 04.10 WIB dini hari. Sebelumnya, Baginda telah dirawat di rumah sakit tersebut sejak 25 Maret 2017 akibat penyakit jantung yang dideritanya. Jenazah Baginda kemudian disemayamkan di Istana Kadriah, disalatkan di Masjid Jami' Sultan Syarif Abdurrahman, dan kemudian dimakamkan di Makam Kesultanan Batu Layang sekitar pukul 13.30 WIB di hari yang sama.

Sultan Abubakar yang lahir di Pontianak pada 26 Juli 1944 merupakan cucu dari Sultan Mohamad dan keponakan dari Sultan Hamid II. Baginda dinobatkan sebagai Sultan Pontianak pada 15 Januari 2004 lalu, setelah hampir 26 tahun lamanya takhta Kesultanan Pontianak mengalami kekosongan sepeninggal Sultan Hamid II pada tahun 1978.

Selama 13 tahun menduduki takhta Pontianak, sosok seorang Sultan Abubakar memang tidak begitu banyak dikenal publik karena minimnya pemberitaan dari berbagai media lokal. Namun, sumbangsih beliau sebagai seorang tokoh panutan bagi pembangunan Kota Pontianak tidak dapat dipandang sebelah mata, bahkan oleh berbagai tokoh masyarakat lainnya. Berikut ini beberapa pendapat dari tokoh-tokoh masyarakat mengenasi Sultan Abubakar.

"Beliau merupakan sosok yang moderat dalam berbagai hal dan golongan. Beliau bisa masuk di setiap masyarakat. Sultan yang bisa mengayomi. Orangnya tenang, betul-betul aktif di kegiatan budaya dan keagamaan. Beberapa pembangunan Kota Pontianak ini, saya selalu berkonsultasi dengan Sultan, bahkan termasuk pembangunan Gedung Wali Kota Pontianak." (Sutarmidji, Walikota Pontianak)

"Beliau sudah seperti ayah yang banyak memberi nasihat. Beliau selalu berpesan tetap amanah dan sabar dan berkomitmen dalam membangun Kota Pontianak. Itu yang paling terkenang. Perjuangan Sultan Syarif Abubakar dalam menjaga budaya dan Kesultanan sebagai simbol pemersatu, harus terus diperjuangkan dan dilanjutkan. Kesultanan simbol pemersatu budaya. Dan menjadi aura dan semangat bagi Kota Pontianak. Terus terang Sultan Syarif Abu Bakar semasa hidup memberi cahaya kehidupan, peradaban Kota Pontianak." (Edi Rusdi Kamtono, Wakil Walikota Pontianak)

"Kita tentu merasa sangat kehilangan akan sosok Sultan yang sangat bijaksana dan arif tersebut. Sosok Sultan Abubakar, selain merupakan raja di Istana Kadriah juga merupakan sosok orangtua yang menjadi panutan warga Kota Pontianak." (Satarudin, Ketua DPRD Kota Pontianak)

"Yang saya tahu, Beliau sangat konsen dan perhatian dengan Kota Pontianak, baik itu dengan penataan kota serta masalah keamanan dan isu-isu yang sedang hangat, apalagi dengan Kampung Beting, maka saya cukup sering sharing dan berdiskusi dengan almarhum." (Iwan Imam Susilo, Kapolresta Pontianak)

"Almarhum adalah seorang Sultan yang bersahaja, bijaksana, sebagai tokoh masyarakat yang menjadi panutan generasi muda, simbol pemersatu dari etnis yg ada di kalbar dan beberapa kali bertemu dengan Almarhum sangat berkesan dengan tutur bahasa beliau yang sangat menyejukkan." (Hairiah, Wakil Bupati Sambas)

"Ketika hidup, almarhum adalah seseorang Sultan yang rendah hati. Serta menjadi panutan di kalangan raja-raja di Kalbar. Almarhum banyak memberikan bimbingan kepada Kerajaan Kalbar. Beliau selalu berdiskusi sama raja-raja di Kalbar mengenai kerajaan di Kalbar. Beliau juga adalah seorang Sultan yang gigih memperjuangkan Sultan Hamid II untuk menjadi pahlawan nasional dari Kalbar." (Gusti Kamboja, Raja Matan, Ketua Majelis Kerajaan Kalbar)

"Saya sering mengunjungi beliau ke rumahnya, dan beliau itu kalau ada acara tidak melupakan saya. Walaupun acara kecil di rumahnya, selalu mempersilakan saya datang ke rumah. Sangat familiar, beliau walaupun seorang Sultan, tetapi beliau orangnya rendah hati, tidak formal, biasa saja, memperlakukan orang juga begitu sama dengan keramahannya." (Gusti Yusri, Raja Tayan, Sekretaris Majelis Kerajaan Kalimantan Barat, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Kalimantan Barat)

"Sosok Almarhum yang tidak banyak bicara membuat masyarakat dan MABM khususnya menjadi sangat hormat. Almarhum juga sosok yang selalu bersedia dan membuka diri untuk bersilaturahim dengan siapapun di Kota Pontianak. Dialah Sultan yang sulit dicari tanding dan gantinya. Kita beruntung pernah punya figur seperti beliau sekaligus merasa kehilangan yg besar atas kepergiannya." (Chairil Effendy, Ketua Majelis Adat Budaya Melayu Kalbar)
Sumber: Koran Tribun Pontianak 1 April 2017, halaman 7

"Kami melihat Beliau seorang sosok yang menurut saya, bisa menjadi panutan bagi kita di kehidupan berbangsa dan bernegara. Seorang yang memiliki kapabilitas di keraton dan persatuan di Kota Pontianak. Kita patut berterima kasih atas jasa-jasa Sultan Pontianak yang menjaga situasi Kalbar." (Yakobus Kumis, Ketua Harian Dewan Adat Dayak Kalbar)
Sumber: Koran Tribun Pontianak 1 April 2017, halaman 1

"Beliau orangnya tenang, kalem, dan bijaksana. Satu hal yang paling saya ingat, Beliau sangat cinta Kota Pontianak. Beliau juga sering datang ke rumah. Dari auranya, memang ciri-ciri seorang Sultan. Almarhum Sultan semasa hidup selalu berpesan agar bagaimana Kota Pontianak bisa menjadi Kota yang sejuh dan damai untuk didiami oleh semua agama, etnis, dan golongan Beliau banyak memberikan contoh untuk menjaga Bhinneka Tunggal Ika." (Ateng Tanjaya, Ketua Forum Komunikasi Pemadam Kebakaran Kota Pontianak, Ketua Badan Pemadam Api Siantan)
Sumber: Koran Tribun Pontianak 1 April 2017, halaman 7

"Untan merasa kehilangan sosok yang peduli, sosok yang punya perhatian yang besar di dunia pendidikan, khususnya di Kalimantan Barat ini karena ini sudah menjadi komitmen kerajaan, bagaimana putra-putri Kalimantan Barat ini bisa maju sejajar dengan yang lainnya." (Thamrin Usman, Rektor Universitas Tanjungpura)

"Jika ditanya soal kehilangan, kami sangat kehilangan sosok Beliau. Saya pernah mendapat penghargaan dari beliau. Sultan adalah panutan masyarakat Kalbar. Kami juga berharap ke depan, pengganti Sultan Pontianak menjadi sosok yang paling tidak, sama dengan almarhum, mengayomi, melindungi, menjadi panutan, dan berharap agar bisa lebih." (Sukiryanto, Ketua Ikatan Keluarga Besar Madura, Ketua Umum Dewan Pengurus Daerah Real Estate Indonesia Kalbar)
Sumber: Koran Tribun Pontianak 1 April 2017, halaman 7

"Wafatnya Sultan membuat kita semua merasa kehilangan, bahkan bukan hanya masyarakat Pontianak tapi seluruh masyarakat Kalbar. Karena sosok Almarhum Sultan Syarif Abubakar ini adalah sosok yang pengayom, bijaksana, dan bersahaja, serta santun. Selain itu, Sultan Syarif Abubakar ini adalah sosok yang sangat visioner dan berwawasan luas dan mampun menjadi perekat masyarakat. Beliau ini dari kecil sudah dibesarkan di lingkungan yang sangat menjaga dan menghargai budaya. Oleh karena itulah beliau mampu menjadi suri tauladan yang baik bagi masyarakatnya dan Sultan ini juga merupakan pilar penyangga kehidupan budaya di masyarakat." (Syafarudin Usman, pakar sejarah)

"Beliau selama bergaul dengan akademisi selalu men-support, baik penelitian atau riset yang dilakukan menyangkut sejarah Pancasila dan lainnya. Terakhir bersama beliau yakni saat kedatangan tim Museum Kepresidenan dengan tujuan meminta izin pemasangan file sejarah lambang Garuda yang didesain oleh Sultan Hamid II. Kemudian Beliau mengizinkan file tersebut dipasang di Museum tersebut. Beliau sempat senyum saat dikabarkan file sejarah Pancasila yang didesain oleh Sultan Hamid II sudah terpasang di Museum Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat." (Turiman Fachturahman Nur, pengamat hukum dan sejarah)

"Sultan Syarif Abubakar merupakan tanda masih tegaknya budaya di Kota Pontianak. Saat masih sehat, Sultan selalu berada di Istana untuk menyambut para tamu yang hadir mengunjungi Istana, serta tak sungkan memberikan penjelasan mengenai sejarah Kota Pontianak. Mendiang Sultan Syarief Abu Bakar merupakan orang yang senang begurau pada siapapun, bahkan saat sedang sakitpun, almarhum masih mampu bergurau untuk menghibur para kerabat dan handai taulan yang membesuk." (Khamsyah Arrahman, penulis buku Daerah Istimewa Kalbar)